cover
Contact Name
Sandy Theresia
Contact Email
sandytheresia.md@gmail.com
Phone
+6285350877763
Journal Mail Official
journalmanager@macc.perdatin.org
Editorial Address
Jl. Cempaka Putih Tengah II No. 2A, Cempaka Putih, Central Jakarta City, Jakarta 10510
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Majalah Anestesia & Critical Care (MACC)
Published by Perdatin Jaya
ISSN : -     EISSN : 25027999     DOI : https://doi.org/10.55497/majanestcricar.xxxxx.xxx
Core Subject : Health,
We receive clinical research, experimental research, case reports, and reviews in the scope of all anesthesiology sections.
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 35 No 3 (2017): Oktober" : 8 Documents clear
Uji Diagnostik Rasio Neutrofil-Limfosit dibanding dengan Procalcitonin sebagai Biomarker Infeksi Bakteri Pasien Sepsis: Agustina Br. Haloho, Fredi Heru Irwanto, Theodorus Ryan Gusnaintin Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (928.923 KB)

Abstract

Beberapa biomarker telah diteliti sebagai suatu prediktor infeksi bakteri, seperti C-reactive protein, hitung jenis neutrofil, hitung jenis limfosit dan procalcitonin. Rasio neutrofil limfosit dan procalcitonin dapat membantu untuk menentukan suatu bakteremia dan/atau sepsis, namun procalcitonin tidak dapat diaplikasikan di semua rumah sakit karena mahal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan rasio neutrofillimfosit dibanding dengan pemeriksaan procalcitonin pada infeksi bakteri pasien sepsis.Uji diagnostik ini telah dilakukan di Ruang Unit Gawat Darurat dan HCU periode Januari–April 2017. Didapat sampel 35 pasien sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan analisis univariat untuk menilai sensitifitas dan spesifitas ratio N/L dan procalcitonin menggunakan ROC curve. Nilai akurasi diukur dengan nilai Kappa. Dari 35 pasien sepsis didapatkan rata-rata usia 44 tahun, dengan perbandingan jenis kelamin pria dan wanita adalah 3:1 dimana 22 subjek (62,9%) adalah pasien syok sepsis dan 13 subjek (37,1%) adalah pasien sepsis. Penyebab sepsis terbanyak adalah infeksi intra abdomen sebanyak 15 orang (42,9%) diikuti Community-Aquired Pneumonia sebanyak 10 orang (28.6%). Rata-rata Skor SOFA pada pasien sepsis 7,11±3,056 dengan rentang skor SOFA 2 sampai 14. Ratarata ratio neutrofil/ limfosit 20,20±19,18 dengan rentang ratio N/L 1,64–95, sedangkan rata-rata PCT 11,29±14,92 dengan rentang 3,89 sampai 94,56 ng/mL. Titik potong rasio N/L 10,195 dengan sensitivitas 57,89%, spesifisitas 43,75%, positive predictive value (PPV) 0,550 dan negative predictive value (NPV) 0,467. Rasio neutrofillimfosit dibanding dengan pemeriksaan procalcitonin pada infeksi bakteri pasien sepsis pada penelitian memiliki sensitivitas 57,89% dan spesifisitas 43,75%.
Korelasi Nilai Procalcitonin Clearance dengan Angka Mortalitas pada Pasien Sepsis yang Dirawat Di ICU dan HCU RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang: Zulkifli, Fredi Heru Irwanto, Irsan Saleh, Andra Asmara, Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.701 KB)

Abstract

Angka kejadian sepsis diperkirakan pada tahun 2013 terdapat sekitar 20–30 juta pasien sepsis dengan angka pertumbuhan tahunan 0,66%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi nilai procalcitonin clearance dengan angka mortalitas pada pasien sepsis di Intensive Care Unit. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional observasional analitik. Kriteria inklusi adalah pasien surgikal dan medikal yang memenuhi diagnosis sepsis usia 17−65 tahun periode Juni 2016 sampai jumlah sampel tercapai. Sampel darah diambil dari vena medianacubiti atau central venous catheter dan dilakukan pemeriksaan procalcitonin D0 dan D48. Data di analisisdengan uji statistik variabel kontinu mengggunakan uji T tidak berpasangan, data dikotomi dengan uji chi-kuadrat untuk menilai korelasi nilai procalcitonin clearance dengan angka mortalitas. Rata-rata nilai procalcitonin clearance D0 pada pasien yang hidup yaitu 26,09±21,12 lebih rendah dibanding dengan pada pasien yang meninggal 38,01±14,55. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,159 (tidak ada perbedaan bermakna nilai PCT D0 pasien yanghidup dan mati). Rata-rata nilai procalcitonin clearance D48 pada pasien yang hidup yaitu 18,10±15,37 lebih rendah dari pasien meninggal 59,74±22,09. Hasil uji statistik didapatkan p=0,000 (perbedaan bermakna nilai PCT D48 antara pasien yang hidup dan pasien mati). Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan nilai p=0,002 dengan nilai α=0,05 (p<α) dan nilai r=0,692 korelasi (kuat 0,6–0,8) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan dan korelasi kuat antara nilai procalcitonin clearence dengan angka mortalitas pada pasien sepsis diICU dan HCU RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Ada korelasi antara nilai procalcitonin clearance dengan angka mortalitas pada pasien sepsis di Intensive Care Unit dan High care unit RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
Pengaruh Vitamin C 3 Gram Intravena terhadap Penurunan Nilai CRP dan Skor SOFA sebagai Terapi Tambahan pada Pasien Sepsis di Ruang Perawatan P1, HCU, GICU RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang: Rizal Zainal, Yusni Puspita, Syarif Husin, Merdasari Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.332 KB)

Abstract

Saat terjadi infeksi bakteri atau inflamasi maka sel-sel hati akan memproduksi C-Reactive Protein (CRP). Padakeadaan sepsis terjadi disfungsi mikrovaskular yang merupakan prediktor kuat kematian pada pasien sepsis.Vitamin C dikenal sebagai kofaktor enzim fisiologis yang mempunyai efek memperbaiki fungsi mikrovaskular.Skor SOFA digunaan untuk melihat adanya disfungsi organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhvitamin C terhadap penurunan nilai CRP dan skor SOFA sebagai terapi tambahan pada pasien sepsis di ruangperawatan P1, HCU, GICU.Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis berpembanding dalam bentuk buta ganda( randomized controlled trial double blind). Penelitian dilakukan di ruang perawatan P1, HCU, GICU RumahSakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Mohammad Hoesin Palembang, sejak Juni 2016–Agustus 2016. Didapatkansampel sebanyak 36 pasien sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Perbandingan efektivitas keduakelompok dianalisa dengan uji t. Analisa data menggunakan SPSS versi 22.0. Dari 36 responden didapatkanhasil tidak terdapat perbedaan jenis kelamin (p=0,305), usia (p=0,324), kelompok usia (p=0,082) dan pendidikan(p=0,653) antara kedua kelompok. Dengan analisa statistika didapatkan hasil terdapat perbedaan CRP (p=0,008)dan Skor SOFA (p=0,000) antara kedua kelompok dimana kadar CRP dan skor SOFA setelah pemberian vitamin Clebih rendah dibanding dengan setelah pemberian NaCl 0,9%.Pemberian vitamin C lebih efektif dibanding denganNaCl 0,9% dalam menurunkan nilai Hs-CRP dan memperbaiki kondisi klinis pasien berdasarkan nilai skor SOFA.
Nilai Area Under Curve dan Akurasi Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin untuk Diagnosis Acute Kidney Injury pada Pasien Politrauma di Instalasi Gawat Darurat RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung: Tinni Trihartini Maskoen, Azizah Masthura, Suwarman Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.074 KB)

Abstract

Politrauma adalah jejas pada beberapa bagian tubuh dengan Injury Severity Score (ISS)>16. Politrauma dapat terjadi hipovolume dan hipoksia sehingga menyebabkan Acute Kidney Injury (AKI). Diagnosis AKI saat ini berdasarkan kenaikan kreatinin serum yang terdeteksi setelah kerusakan ginjal terjadi. Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) merupakan penanda biologis awal untuk mendeteksi terjadinya AKI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai area under curve (AUC) dan akurasi NGAL untuk diagnosis AKI pada pasien politrauma di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan melakuka n analisis data sekunder pada sebagian data penelitian Academic Leadership Grant (ALG) dan data rekam medis pasien politrauma di IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dari Januari 2017–Juni 2017. Analisis data menggunakan kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) dengan program statistical product and service solution (SPSS)® versi 24.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan pada cut-off point 8480 pg/mL, NGAL plasma memiliki sensitivitas 71,4%, spesifisitas 84,6%, nilai duga positif 55,5%, nilai duga negatif 91,6%, nilai AUC 80% dan akurasi 81,8 %. Kesimpulan penelitian ini adalah NGAL dapat dipergunakan untuk mendiagnosis AKI pada pasien politrauma.
Hubungan Nilai Prokalsitonin dengan Angka Mortalitas Pasien Ventilator Associated Pneumonia di Unit Perawatan Intensif RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang: Zulkifli, Agustina Br. Haloho, Theodorus, Riety Irmalia Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.511 KB)

Abstract

Prokalsitonin banyak digunakan sebagai marker dalam menentukan prognosis dan respon terapi pada VAP dimana sensitifitas dan spesifisitas kadar prokalsitonin dalam menentukan tingkat mortalitas pada VAP mencapai 90% dan 74%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan nilai prokalsitonin dengan angka mortalitas pasien VAP di Unit Perawatan Intensif.Penelitian observasional analisis dengan studi kohort telah dilakukan di ruang ICU, HCU IGD dan HCU BHC periode Juli 2016–September 2016. Didapatkan sampel sebanyak 30 pasien VAP yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis statistik yang dilakukan adalah titik potong (cut off point) untuk mengetahui titik potong kadar prokalsitonin menggunakan ROC curve sedangkan hubungan antara kedua variabel dianalisa dengan Uji Chi square. Analisis data menggunakan SPSS versi 20.0.Dengan analisa ROC curve didapatkan nilai cut off (titik potong) nilai prokalsitonin adalah 20.475ng/mL sehingga dari 30 pasien VAP dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok risiko sebanyak 13 orang (prokalsitonin ≥ 20,475 ng/mL) dan kelompok pembanding sebanyak 17 orang (prokalsitonin <20,475 ng/mL). Dari uji Chi Square didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai prokalsitonin dengan angka mortalitas pasien VAP (OR = 7,467 (IK 1,400–39,836) dan p = 0,023). Uji log rank menunjukkan tidak ada perbedaan ketahanan hidup 28 hari antara kelompok pembanding dan kelompok risiko (p = 0,481). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai prokalsitonin dengan angka mortalitas pasien VAP dimana nilai prokalsitonin ≥20,475 ng/ mL 7,467 x lebih berisiko secara signifikan terhadap angka mortalitas pada pasien VAP.
Pengaruh Pemberian Oksikodon Oral 20 mg sebagai Analgesia Preventif terhadap Intensitas Nyeri dan Kebutuhan Rescue Analgetik Pascabedah Laparaskopi Kolesisitektomi: Munandar Marsuki, Muh. Ramli Ahmad, Syafruddin Gaus Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (701.783 KB)

Abstract

Nyeri merupakan salah satu efekdari operasi yang dapatdiantisipasi. Saat ini penanganan nyeri pascabedah perlahan-lahan beralih kependekatan preventif. Oksikodon oral control release (CR) merupakan agonis opioid yang dapat digunakan sebagai analgesia preventif pada nyeri akut sedang sampai berat pascabedah.Oksikodon memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor μ, κ dan ϑ.Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgesia preventif oksikodon oral 20 mg pada pasien pascabedah laparaskopi kolesistektomi dengan menilai intensitasnyeri dan kebutuhan rescue analgetik.Uji klinis acak tersamar ganda.Penelitian ini dilakukan terhadap 43 pasien (18–65 tahun), status fisik ASA I-II, yang menjalani operasi laparaskopi kolesistektomi menggunakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Mei–Juli 2017. Kelompok O sebanyak 21 orang yang mendapatkan oksikodon oral 20 mg dan kelompok K sebanyak 22 orang yang mendapatkan plasebo berupa vitamin c tablet 1 mg, yang masing-masing kelompok diberikan 1 jam sebelum operasi dan kedua kelompok diberikan ketorolak 30 mg setiap 8 jam pascabedah. NRS dan kebutuhan rescue analgetiik di catat pada jam 1,4,8,12 dan 24 jam pascabedah. Data dianalisis dengan Uji Chi- square,Uji ttidak berpasangan dan uji Mann Whitney. Hasil perhitungan statitistik diperoleh NRS dan total kebutuhan rescue analgetik fentanil jam 1,4,8,12 dan 24 jam pascabedah lebih rendah pada kelompok O dibanding dengan kelompok K dengan hasil yang sangat bermakna (p<0,05). Penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan oksikodon oral 20mg sebagai analgesia preventif dapat menurunkan intensitas nyeri dan kebutuhan rescue analgetik.
Tatalaksana Pasien Sepsis Pascaperforasi Gaster dengan Intra Abdominal Infection dan Congestive Heart Failure: Gede Indra Jaya, Haizah Nurdin, Adrian Hartomuljono Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1015.456 KB)

Abstract

Tatalaksana sepsis menurut International Guideline for Management of Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2016 yaitu dilakukannya resusitasi cairan kristaloid, paling sedikit 30 mL/kg IV untuk mengatasi hipoperfusi disebabkan oleh sepsis yang diberikan dalam 3 jam pertama. Penambahan cairan dipandu berulang/sering dengan reassesment status hemodinamik (nadi, tekanan darah, saturasi oksigen arteri, frekuensi napas, temperatur, urin output, dan lainnya, dengan alat invasif atau noninvasif sebagaimana yang tersedia, menilai fungsi kardiak, melakukan prediksi fluid responsive, mempertahankan MAP 65 mm Hg dengan vasopressor, normalisasi laktat, Melakukan pengambilan sampel mikrobiologi kultur ,segera memberikan antimikroba IV setelah penegakan diagnosa sepsis dalam 1 jam pertama. Penatalaksanaan sepsis ini akan lebih sulit apabila telah ada gangguan jantung sebelumnya. Monitoring makrosirkulasi dan mikrosirkulasi sebagai parameter perfusi jaringan diperlukan sebagai pedoman pemberian resusitasi cairan . Melaporkan sebuah kasus seorang penderita lak-laki berusia 68 tahun dengan perkiraan tinggi badan 165 cm berat badan 70 kg . Penderita masuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS) mengeluh nyeri perut disertai sesak napas, terdiagnosis sebagai perforasi gaster. Protokol intraabdominal infeksi dijalankan, komplikasi gangguan ginjal akut dan gagal jantung muncul. Tatalaksana sepsis disertai gagal jantung akut dekompensasi dikerjakan beserta monitoring hemodinamik makrosirkulasi, parameter perfusi jaringan, biomarker sepsis hingga akhirnya pasien dapat sembuh kembali
Emboli Paru: Strategi Diagnostik dan Tata Laksana dalam Perspektif Perawatan Kritis: Ngurah Putu Werda Laksana, Tinni T. Maskoen Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 35 No 3 (2017): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1175.955 KB)

Abstract

Kegagalan diagnosis dini emboli paru pada pasien kritis menyebabkan tertundanya pemberian trombolitik dan antikoagulan sebagai lini pertama mengatasi obstruksi pulmonal yang menjadi etiologi disfungsi ventrikel kanan hingga penurunan curah jantung. Spektrum klinis yang heterogen (asimtomatik hingga syok), tumpang tindih dengan penyakit kritis dasar dan angka kematian dini yang berkisar antara <1%->15% menyebabkan penegakkan diagnosis emboli paru pada pasien kritis memiliki tantangan tersendiri. Gangguan pengiriman oksigen (DO2) yang sulit dijelaskan penyebabnya, memungkinkan emboli paru perlu segera distratifikasi sebagai diagnosis banding, karena pada kondisi syok, lama waktu penegakkan diagnosis berbanding lurus dengan prognosis buruk pasien, perburukan yang progresif. Angiografi CT masih dianggap baku emas penegakkan diagnosis emboli paru. Pemeriksaan penunjang sederhana (foto toraks, elektrokardiogram, ekokardiografi) walaupun tidak sensitif dan spesifik, dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding lain dengan tanda dan gejala yang sama. Resusitasi awal emboli paru masif (status syok) yang meliputi terapi cairan, vasopressor dan inotropik harus dengan pemantauan terukur demikian halnya teknik ventilasi juga perlu pemahaman interaksi jantung-paru. Terapi definitif emboli paru (panduan ESC) meliputi farmakologis dan nonfarmakologis dengan target pengembalian aliran pulmonal serta identifikasi faktor risiko emboli paru.

Page 1 of 1 | Total Record : 8